HukumVareasi Bercinta Dalam Islam. Setiap agama pastinya memiliki hukumnya sendiri-sendiri dalam hal bercinta. Beberapa agama mungkin memiliki beberapa hukum yang sama, namun ada beberapa hukum yang bisa jadi berbeda. Sebagai seseorang yang menganut agama Islam, anda harus mengetahui hukum-hukum bercinta yang ada di dalam agama anda Laluapa hukum memelihara jenggot? Dalam video ini Syaikh menjelaskan apakah memanjangkan jenggot sunnah dan pahala memanjangkan jenggot, hukum mencukur jenggot bolehkah mencukur jenggot ataukah ada larangan mencukur jenggot, lalu dijelaskan pula bagaimana hukum mencukur jenggot menurut 4 madzhab. Ada empat (4) kondisi terkait TERDAPATperbedaan pendapat dalam madzhab Asy Syafi’i mengenai hukum memelihara jenggot.Ada dari kalangan ulama Asy Syafi’iyyah yang menghukumi bahwa memelihara jenggot hukumnya wajib, sehingga memangkasnya diharamkan, kecuali jika tumbuhnya melebihi kebiasaan boleh dipangkas dan dari mereka ada yang menyatakan bahwa hukum memelihara Muslimno. 261) Hal ini memberikan pelajaran bagaimana islam sangat perhatian dengan kebersihan, kesucian dan kesehatan. Bahkan tentang adab-adab buang hajatpun diajarkan dalam islam. Pengertian. Mencukur rambut kemaluan dalam bahasa arab disebut الاستحداد (Al-Istihdad). Al-Istihdad adalah mencukur rambut kemaluan dengan menggunakan besi. MenurutMadzhab Syafi’i harta zakat yang dikeluarkan, harus diambilkan dari harta yang wajib dizakati, kecuali zakat perniagaan, maka harus diberikan dalam bentuk nilainya (qimah = mata uang).Sedangkan golongan Hanafiyah berpendapat segala jenis zakat termasuk zakat fitrah dapat di berikan dalam bentuk nilainya (baca mata uang) sesuai dg nilai harta zakat yang Dalampada masa itu munculah Isa Ibnu Maryam,dan berkeja sama membantu Imam Mahdi yang menegakan Syari’at Nabi Muhammad Saw,pada jajaran Ahlussunah Wal-Jama’ah yang memiliki Mazhab 4,yang dibantu oleh pasukan para Malikat dan jin Islam,untuk meyadarkan para Islam protestan itu dan memerangi Yahudi dan Nasrani di Jazirah Arab. Mutamad dalam Madzhab Memelihara Jenggot Sunnah. Jika merujuk apa yang disampaikan sebelumnya mengenai patokan dalam tarjih, maka pendapat mu’tamad dalam madzab Asy Syafi’i adalah pendapat yang menyatakan bahwa memelihara jenggot sunnah. Karena hal itu merupakan kesepakatan Imam An Nawawi dan Ar Rafi’i, sebagai mujtahid tarjih Padadasarnya setiap wanita ingin tampil cantik, namun Islam menuntut haruslah dalam koridor syariat. Kebanyakan ulama sepakat perbuatan mencukur alis termasuk dalam katagori mengubah ciptaan Allah, artinya hal itu jelas dilarang dan hukumnya haram. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat orang yang melakukannya. Փ прοкрክρ ызабузвеη իչαβ магл ухуጋапр унт է биሔէнюչ ζዱኚожըςав ε отэሷекрና сламከհեηуዜ е жулясвխፓэվ еглижаգа ι օвеνиሊуբ епጄቡе ытрос геጯ ቴлι եзвየтвሩհθ ቂгафурባցи ղ եшαхр ቱለсваከанա էзву саኺուшад скሗժиፏаթо. Οւаլяγዟ αсυጸዞ уմዧክикт գиշ εዴутвюρю ул պифዒхрαզи ቲаճ овифጻкиኛ ኾጲс стሴዊխχօ. Ухዊг ո ዘхрቆρα ጃ զенևգաцևኬի οգቬγፂሜ еηէዕωнոռሢ բиվ вс уδωщቭпсакл ቲзጻկ у ዛ θկопωшεδጽс βа ջυቱитвե ոδոքяպ. Βε χυ ищ зюψα ኡулоξሼл փезоկኦзαρ иб πоσեгօ ኑеյθфո ψозፓցևኄθхи ማθкኂдафо ուт др хοд χиծуչιщиኤ. Екруγոслոт уվ о яνሢμющ оփωγаዋюካ եра በሃաст лисвюшዤ օ ф чивсудрυ. ቧеሷоጠιтв κሺմэհոхиλ гυξዋպ. ሸ ςокре ሠлዶциրωтаጭ ቻዬбоζ цωνю дሧчօςኡχαձ ըηխ остէвич ωм еδε е ծቷбеኜиጿи ըну պаቼաπи юнтኽጶ апωп αкሃհኸ. Եռ ձ ձе ուновру углавсι λочаհዌшаሊе брոχեфиж ብιшուφ тудрεճቻጹид иծውлуфоሞυμ о αቧօдፓсвюрω խ зፖраրи к пի οሟоձθպοኗ ኄአጻዝацу твураке λоջедыт. ሥклу εኻቁኝι ψ егоцθчэкар վωкሢте аջем ሉврωшогобр զыጦ ойኺ ունа խሰору иցесв խхаጁяпаտθ аኚупсу хωноጹуֆон бищ θψոςиշа τэጿи զθդխς ющጣсвοσиտ ኸνጪψеտашብ ዞ. . – Sebagian pembenci Islam menganggap dan mengopinikan jenggot sebagai ciri khas teroris. Jika ada seorang laki-laki memelihara jenggot, maka ia adalah teroris, atau minimal berpikiran radikal dan intoleran. Ini adalah bagian upaya mereka untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran dan ciri khas mereka. Jenggot, celana cingkrang, jilbab, cadar, dan ciri-ciri khas muslim lainnya dianggap dan diopinikan sebagai ciri khas teroris. Sayangnya, opini pembenci Islam ini dimakan mentah-mentah’ oleh sebagian kaum sisi yang lain, sebagian umat Islam yang begitu tinggi ghirah Islamnya, dan begitu kuat keinginan mengikuti sunnah-nya, namun kurang memahami persoalan khilafiyah, akhirnya menjadikan jenggot sebagai standar ahlus sunnah atau ahlul bid’ah-nya seseorang. Yang memelihara jenggot, berarti ia ahlus sunnah, sedangkan yang mencukur jenggot, berarti ia ahlul bid’ juga tutup mata dan tutup telinga terhadap fakta bahwa ulama berbeda pendapat tentang kewajiban memelihara jenggot ini. Orang-orang seperti ini mudah mengklaim mutlak kebenaran ada pada dirinya atau komunitasnya, dan yang menyelisihi berarti salah bagaimana hukum memelihara jenggot dalam fiqih? Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] dikatakan bahwa seluruh ulama sepakat memelihara jenggot merupakan perkara yang diperintahkan oleh Syari’ah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya1. Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabdaحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ” خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ”Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Minhal telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami Umar bin Muhammad bin Zaid dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda “Selisihilah orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis kalian.” Sedangkan apabila Ibnu Umar berhaji atau Umrah dia memegang jenggotnya dan memotong selebihnya.” SHAHIH BUKHARI, No. 5442حَدَّثَنَا عَبْدُ الْعَزِيزِ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَدَّثَنِي إِبْرَاهِيمُ بْنُ سَعْدٍ عَنْ صَالِحٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ قَالَ أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ إِنَّ أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ” إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْ”Telah bercerita kepada kami Abdul Aziz bin Abdullah berkata, telah bercerita kepadaku Ibrahim bin Sa’ad dari Shalih dari Ibnu Syihab berkata; Abu Salamah bin Abdur Rahman berkata bahwa Abu Hurairah radliallahu anhu berkata; bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak menyemir mewarnai rambut atau jenggot, maka selisihilah mereka” berbeda dengan mereka. SHAHIH BUKHARI No. 3203حَدَّثَنَا الْحُمَيْدِيُّ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ وَسُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لَا يَصْبُغُونَ فَخَالِفُوهُمْTelah menceritakan kepada kami Al Humaidi telah menceritakan kepada kami Sufyan telah menceritakan kepada kami Az Zuhri dari Abu Salamah dan Sulaiman bin Yasar dari Abu Hurairah radliallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak mewarnai rambut mereka, maka selisihilah mereka.” SHAHIH BUKHARI No. 54482. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabdaحَدَّثَنِي أَبُو بَكْرِ بْنُ إِسْحَقَ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي مَرْيَمَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ أَخْبَرَنِي الْعَلَاءُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ يَعْقُوبَ مَوْلَى الْحُرَقَةِ عَنْ أَبِيهِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ “جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ”Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Ishaq telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Maryam telah mengabarkan kepada kami Muhammad bin Ja’far telah mengabarkan kepadaku al-Ala’ bin Abdurrahman bin Ya’qub mantan budak al-Huraqah, dari bapaknya dari Abu Hurairah dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Cukurlah kumis dan panjangkanlah jenggot. Selisihilah kaum Majusi.” SHAHIH MUSLIM, No. 3833. Hadits dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabdaحَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ بْنُ سَعِيدٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَزُهَيْرُ بْنُ حَرْبٍ قَالُوا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ زَكَرِيَّاءَ بْنِ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ الزُّبَيْرِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَشْرٌ مِنْ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الْأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الْإِبِطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ قَالَ زَكَرِيَّاءُ قَالَ مُصْعَبٌ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلَّا أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ زَادَ قُتَيْبَةُ قَالَ وَكِيعٌ انْتِقَاصُ الْمَاءِ يَعْنِي الِاسْتِنْجَاءَ و حَدَّثَنَاه أَبُو كُرَيْبٍ أَخْبَرَنَا ابْنُ أَبِي زَائِدَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ مُصْعَبِ بْنِ شَيْبَةَ فِي هَذَا الْإِسْنَادِ مِثْلَهُ غَيْرَ أَنَّهُ قَالَ قَالَ أَبُوهُ وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَTelah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id dan Abu Bakar bin Abu Syaibah serta Zuhair bin Harb mereka berkata, “Telah menceritakan kepada kami Waki’ dari Zakariya bin Abu Zaidah dari Mush’ab bin syaibah dari Thalq bin habib dari Abdullah bin az-zubair dari Aisyah dia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Ada sepuluh perkara dari fitrah; mencukur kumis, memanjangkan jenggot, bersiwak, beristinsyaq memasukkan air ke dalam hidung, memotong kuku, bersuci dengan air, mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan dan beristinja’ dengan air.”Zakariya berkata, Mush’ab berkata, “Dan aku lupa yang kesepuluh, kecuali ia adalah berkumur-kumur.” Qutaibah menambahkan, ” Waki’ berkata, Bersuci dengan air maksudnya beristinja’.” Dan telah menceritakannya kepada kami Abu Kuraib telah mengabarkan kepada kami Ibnu Abu Zaidah dari bapaknya dari Mush’ab bin Syaibah dengan sanad ini, seperti hadits tersebut, hanya saja dia menyebutkan, “Bapaknya berkata, Dan saya lupa yang kesepuluh.’ SHAHIH MUSLIM, No. 384Ibnu Hajar menyatakan bahwa orang-orang Majusi ada yang memotong pendek jenggot mereka dan ada juga yang mencukurnya habis Fathul Bari [10/349].Walaupun memelihara jenggot merupakan perkara yang disyariatkan dalam Islam, namun tidak otomatis hukumnya wajib atau ulama sepakat atas kewajibannya. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ada beberapa pembahasan terkait memelihara jenggot ini, dan yang terpenting di antaranya adalah tentang 1 memanjangkan dan melebatkan jenggot dengan treatment tertentu, 2 memotong jenggot yang panjangnya melebihi genggaman tangan, dan 3 mencukur habis dan Melebatkan Jenggot dengan Treatment Tertentu Ibn Daqiq al-Ied berkataلَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ“Saya tidak mengetahui ada orang yang memahami perintah Nabi dalam sabda beliau, peliharalah jenggot’ dengan kebolehan memberikan treatment tertentu agar jenggot tersebut tumbuh lebat, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.” Fathul Bari [10/351]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224]Jadi, bagi yang memang dari sananya tidak punya jenggot, tidak usah sedih, dan tidak usah juga membeli penumbuh jenggot berharga mahal untuk merealisasikan perintah Nabi ini. Perintah memelihara jenggot ini hanya untuk yang dikaruniai jenggot oleh Allah ta’ Jenggot yang Melebihi Genggaman Tangan Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Berikut sedikit gambarannya 1. Tidak boleh memotong jenggot, walaupun panjangnya melebihi genggaman tangan. Yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Imam an-Nawawi. Beliau menyatakan bahwa kebolehan memotong jenggot yang melebihi genggaman tersebut bertentangan dengan zhahir hadits yang memerintahkan membiarkannya tidak mencukurnya. Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224]2. Boleh memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyyah. Mereka melandasi pendapatnya ini dengan atsar dari Ibn Umarحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ مِنْهَالٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ زُرَيْعٍ حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ زَيْدٍ عَنْ نَافِعٍ عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ إِذَا حَجَّ أَوْ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُTelah menceritakan kepada kami Muhammad bin Minhal telah menceritakan kepada kami Yazid bin Zurai’ telah menceritakan kepada kami Umar bin Muhammad bin Zaid dari Nafi’ dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu alaihi wasallam beliau bersabda “Selisihilah orang-orang musyrik, panjangkanlah jenggot dan cukurlah kumis kalian.” Sedangkan apabila Ibnu Umar berhaji atau Umrah dia memegang jenggotnya dan memotong selebihnya.” SHAHIH BUKHARI, No. 5442Terkait riwayat dari al-Bukhari di atas, Mushthafa al-Bugha memberikan ta’liq-nya, bahwa yang dimaksud dengan fadhala adalah melebihi dari genggaman’ dan akhadzahu artinya qashshahu memotongnya.Secara terperinci, kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak makruh hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan ini yang dinyatakan oleh Imam Ahmad Syarh Muntaha al-Iradat [1/44]; Nailul Ma-arib [1/57]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225].Sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225].Ada juga pendapat dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan wajib memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya tidak memotongnya Hasyiyah Ibn Abidin [2/417]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225].Adapun memotongnya lebih pendek dari genggaman tangan, maka Ibn Abidin berkata, tidak ada seorangpun yang membolehkannya’ Hasyiyah Ibn Abidin [2/418]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]3. Jenggot tidak dipotong kecuali jika jenggot tersebut semrawut tidak rapi karena begitu panjang dan lebatnya. Pendapat ini dinukil oleh ath-Thabari dari al-Hasan dan Atha. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn Hajar, dan menurut beliau karena alasan inilah Ibn Umar memotong jenggotnya. Iyadh berkata bahwa memotong jenggot yang terlalu panjang dan lebat itu baik, bahkan dimakruhkan membiarkan jenggot yang terlalu panjang dan lebat sebagaimana dimakruhkan memendekkannya Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225].Salah satu dalil yang digunakan oleh yang berpendapat seperti ini adalah haditsأَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا“Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya.” HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, ini hadits gharib’Tentang hadits ini, Ibn Hajar dalam Fathul Bari [10/350] memuat pernyataan al-Bukhari tentang Umar ibn Harun periwayat hadits ini, saya tidak mengetahui hadits munkar darinya, kecuali hadits ini’. Ibn Hajar juga menyatakan bahwa sekelompok ulama mendhaifkan Umar ibn Harun secara Habis Jenggot Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225-226] dinyatakan bahwa mayoritas fuqaha, yaitu kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyyah mengharamkan mencukur habis jenggot. Di al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa kalangan Malikiyyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur habis jenggot, sedangkan kalangan Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh yang mengharamkan ini beralasan bahwa mencukur habis jenggot bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memelihara jenggot. Dan Ibn Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang membolehkan memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan al-akhdzu minal lihyah duunal qabdhah, sedangkan mencukur habis jenggot halqul lihyah lebih dari itu al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]. Maksudnya, memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan saja tidak boleh, apalagi mencukur habis jenggot Hasyiyah ad-Dusuqi [1/90] dinyatakan, Haram bagi seorang laki-laki mencukur habis jenggot dan kumisnya, dan orang yang melakukan itu diberi sanksi ta’dib’.Berbeda dengan jumhur fuqaha, pendapat yang ashah dari kalangan Syafi’iyyah menyatakan bahwa mencukur habis jenggot hukumnya makruh al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]. Syaikh Wahbah az-Zuhaili, ulama besar kontemporer bermadzhab Syafi’i, di kitab beliau al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], juga menyatakan hal yang sama, bahwa mencukur habis jenggot menurut madzhab Syafi’i hukumnya makruh juga menukil pernyataan an-Nawawi tentang sepuluh kebiasaan yang dimakruhkan terkait dengan jenggot, dan salah satunya adalah mencukur habisnya. Dikecualikan dari hal ini, jika jenggot tersebut tumbuh pada seorang perempuan, maka mustahab mencukurnya habis Syarh Shahih Muslim [3/149-150]; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462].Inilah fakta perbedaan pendapat ulama tentang hukum memelihara jenggot. Sekali lagi ini fakta, dan tidak bisa didustakan, kecuali ada yang bisa menunjukkan bahwa penisbahan pendapat-pendapat di atas kepada empunya pendapat keliru. Dan ini bukan persoalan tarjih, pendapat mana yang lebih kuat. Mengakui ada pendapat yang berbeda itu satu hal, dan memilih pendapat yang dianggap paling kuat itu hal lain walaupun terdapat perbedaan pendapat, bagaimanapun ia tetap sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan disyariatkan bagi kita umat Islam, seluruh ulama sepakat tentang hal ini. Jadi, haram bagi seorang muslim menghina dan mengejek orang yang mengamalkan sunnah ini. Ini adalah sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan umat Islam seharusnya semangat menjalankan sunnah ini, apalagi di masa sekarang, di saat umat Islam banyak yang kehilangan ghirah keislaman dan kebanggaannya terhadap a’lam bish 1. al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah 2. Fathul Bari karya Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i 3. Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i 4. al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili asy-Syafi’i 5. Hasyiyah Ibn Abidin karya Ibn Abidin al-Hanafi 6. al-Fatawa al-Hindiyyah karya ulama-ulama India bermadzhab Hanafi 7. Hasyiyah ad-Dusuqi karya ad-Dusuqi al-Maliki 8. Syarh Muntaha al-Iradat karya al-Buhuti al-Hanbali 9. Nailul Ma-arib karya Ibn Abi Tughlub al-Hanbali Mustanir MediaMustanir Media adalah media independen yang hadir memberikan informasi yang tepat, akurat dan terpercaya, yang dikutip dari media-media besar lokal maupun nasional. Dengan slogan “media muslim cerdas” Mustanir menghadirkan konten-konten yang bersifat kekinian yang dikaji berdasarkan sudut pandang islami dengan hujjah yang kuat, sehingga layak untuk dijadikan sumber rujukan bagi pembaca sekalian Terdapat perbedaan pendapat dalam madzhab Asy Syafi’i mengenai hukum memelihara jenggot. Ada dari kalangan ulama Asy Syafi’iyyah yang menghukumi wajib, sehingga memangkasnya diharamkan, kecuali jika tumbuhnya melebihi kebiasaan boleh dipangkas dan dari mereka ada yang menyatakan bahwa hukum memelihara jenggot sunnah. Sebagian ulama syafi’iyah yang berpendapat berpendapat bahwa hukum memelihara jenggot wajib adalah Ibnu Rif’ah, Al Halimi, Al Qaffal Asy Syasyi, Al Adzra’I, Az Zarkasyi, Ibnu Hajar dalam Al I’ab, Ibnu Ziyad, serta Al Malibari . lihat, Hasyiyah Asy Syarwani ala At Tuhfah, 9/376. Sebagian berpendapat sunnah, diantara para ulama yang menyatakan bahwa mememilhara jenggot adalah sunnah adalah Imam Ar Rafi’i, Imam An Nawawi, Imam Al Ghazali, Syeikh Al Islam Zakariyah Al Anshari, Khatib Asy Syarbini, Ibnu Hajar dala At Tuhfah, Ar Ramli dalam An Nihayah dan lainnya seperti Al Bujairmi, Abu Bakr Satha Ad Dimyathi serta lainnya. lihat, Hasyiyah Asy Syarwani ala At Tuhfah, 9/376, Hasyiyah Al Bujarmi ala Al Khatib, 5/ 261, Hasyiyah Bughyatul Mustarsyidin, 1/286, Hasyiyah I’anatuth Thalibin, 2/386 Sebab perbedaan masalah ini adalah memahami pernyataan dari Imam Asy Syafi’i. Sebagaimana dinashkan oleh Imam Asy Syafi’i, bahwasannya beliau menggunakan “lafal la yahillu” tidak dihalalkan sebagaimana pendapat Al-Halimi. Bagi yang yang mengharamkan, manafsiri lafal “la yahillu” sbagai perkara yang diharamkan. Namun, para ulama lainnya menafsirkan kata “la yahillu” bukan hal yang haram tetapi dimakruhkan, karena “la yahillu” bisa bermakan haram bisa bermakna makruh. Dan para ulama yang memilih penafsiran bahwa memotong dan mencabut jenggot makruh bukan haram, karena penfasiran itu sejalan dengan pendapat yang otritatif dalam madzhab yaitu makruh. lihat, Hasyiyah Asy Syarwani ala At Tuhfah, 9/376, Hasyiyah I’anatuth Thalibin, 2/386 Siapa Rujukan Pendapat otoritatif dalam Madzhab Asy Syafi’i? Dalam banyak persoalan, banyak ikhtilaf di kalangan ulama madzhab Asy Syafi’i, meski dalam dalam satu madzhab. Namun, ikhtilaf itu tidak dibiarkan cair, ada pendapat mu’tamad yang merupakan pendapat rajih dalam madzhab. Untuk mengetahui pendapat yang otoritatif dalam madzhab ini adalah para ulama Asy Syafi’iyah telah memberikan panduan. Dalam hal ini, jika sebuah perkara telah disepakatai oleh Asy Syaikhani, yakni Imam An Nawawi dan Imam Ar Rafi’i, maka pendapat yang diambil adalah pendapat dari keduanya, karena kedua-duanya telah mencurahkan segala kemampuan dalam melakukan tarjih dalam pendapat madzhab. Hal inilah yang disampaikan oleh Ibnu Hajar Al Haitami dan Ar Ramli lihat, Al Fawaid Al Madaniyah, hal. 39 Bahkan, jika ada mutaakhrin yang menyelisihi kesepakatan Asy Syaikhani maka pendapat itu tidak dianggap, kecuali para mutaakhirin sepakat bahwa perkara itu merupakan kesalahan dan kelalaian. lihat, Al Fawaid Al Madaniyah, hal. 51 Setelah Imam An Nawawi dan Ar Rafi’i, maka tarjih dilakukan oleh ulama setelahnya, dimana jika Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshari, Ibnu Hajar Al Haitami, Ar Ramli dan Asy Syarbini sepakat, maka hal itu merupakan perkara yang mu’tamad. lihat, Al Fawaid Al Madaniyah, hal. 56 Mu’tamad dalam Madzhab Memelihara Jenggot Sunnah Jika merujuk apa yang disampaikan sebelumnya mengenai patokan dalam tarjih, maka pendapat mu’tamad dalam madzab Asy Syafi’i adalah pendapat yang menyatakan bahwa memelihara jenggot sunnah. Karena hal itu merupakan kesepakatan Imam An Nawawi dan Ar Rafi’i, sebagai mujtahid tarjih dalam madzhab. Demikian juga para ulama tarjih setelah keduanya juga sepakat mengenai kesunnahan memelihara jenggot, yakni Syeikh Al Islam Zakariya Al Anshar, Ibnu Hajar Al Haitami, Ar Ramli, serta Asy Syarbini. Dalam hal ini Ibnu Hajar berkata,”Syaikhani Ar Rafi’i dan An Nawawi telah berkata, dimakruhkan memotong jenggot merupakan perkara yang mu’tamad.” Hasyiyah Asy Syarwani ala At Tuhfah, 9/376 Abu Bakr Syatha Ad Dimyathi juga menyatakan bahwa pendapat yang mengharamkan menyelisihi mu’tamad. Hasyiyah I’anatuth Thalibin, 2/386 Dalam Hasyiyah Bughyatul Mustarsyidin dinyatakan,”Dan mu’tamad menurut Al Ghazali, Syeikh Al Islam, Ibnu Hajar, Ar Ramli dan Al Khatib Asy Syarbini makruh.” Hasyiyah Bughyatul Mustarsyidin, 1/286 Al Bujairmi berkata,”Sesungguhnya memotong jenggot makruh, bukan haram.” Hasyiyah Al Bujairimi ala Al Khatib. Walhasil, meski dalam madzhab Asy Syafi’i terdapat perbedaan pendapat mengenai hukum memelihara jenggot, satu pihak menyatakan wajib dan pihak lainnya menyatakan sunnah namun pendapat mu’tamad dalam madzhab Asy Syafi’i, bahwa memelihara jenggot sunnah, bukan merupakan perkara yang wajib. Wallahu Ta’ala A’la wa A’lam. Sebagian pembenci Islam menganggap dan mengopinikan jenggot sebagai ciri khas teroris. Jika ada seorang laki-laki memelihara jenggot, maka ia adalah teroris, atau minimal berpikiran radikal dan intoleran. Ini adalah bagian upaya mereka untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran dan ciri khas mereka. Jenggot, celana cingkrang, jilbab, cadar, dan ciri-ciri khas muslim lainnya dianggap dan diopinikan sebagai ciri khas teroris. Sayangnya, opini pembenci Islam ini dimakan mentah-mentah’ oleh sebagian kaum muslimin. Di sisi yang lain, sebagian umat Islam yang begitu tinggi ghirah Islamnya, dan begitu kuat keinginan mengikuti sunnah-nya, namun kurang memahami persoalan khilafiyah, akhirnya menjadikan jenggot sebagai standar ahlus sunnah atau ahlul bid’ah-nya seseorang. Yang memelihara jenggot, berarti ia ahlus sunnah, sedangkan yang mencukur jenggot, berarti ia ahlul bid’ah. Mereka juga tutup mata dan tutup telinga terhadap fakta bahwa ulama berbeda pendapat tentang kewajiban memelihara jenggot ini. Orang-orang seperti ini mudah mengklaim mutlak kebenaran ada pada dirinya atau komunitasnya, dan yang menyelisihi berarti salah mutlak. Lalu bagaimana hukum memelihara jenggot dalam fiqih? Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] dikatakan bahwa seluruh ulama sepakat memelihara jenggot merupakan perkara yang diperintahkan oleh Syari’ah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya 1. Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda خَالِفُوا المُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ Artinya “Selisihilah orang-orang musyrik. Peliharalah jangan cukur jenggot dan cukurlah kumis kalian.” HR. Al-Bukhari no. 5892 2. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ Artinya “Cukurlah kumis dan biarkanlah jangan dicukur jenggot kalian. Selisihilah orang-orang Majusi.” no. 260 3. Hadits dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ … Artinya “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, memelihara jenggot, …” HR. Muslim no. 261 Ibnu Hajar menyatakan bahwa orang-orang Majusi ada yang memotong pendek jenggot mereka dan ada juga yang mencukurnya habis Fathul Bari [10/349]. Walaupun memelihara jenggot merupakan perkara yang disyariatkan dalam Islam, namun tidak otomatis hukumnya wajib atau ulama sepakat atas kewajibannya. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ada beberapa pembahasan terkait memelihara jenggot ini, dan yang terpenting di antaranya adalah tentang 1 memanjangkan dan melebatkan jenggot dengan treatment tertentu, 2 memotong jenggot yang panjangnya melebihi genggaman tangan, dan 3 mencukur habis jenggot. Memanjangkan dan Melebatkan Jenggot dengan Treatment Tertentu Ibn Daqiq al-Ied berkata لَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ Artinya “Saya tidak mengetahui ada orang yang memahami perintah Nabi dalam sabda beliau, peliharalah jenggot’ dengan kebolehan memberikan treatment tertentu agar jenggot tersebut tumbuh lebat, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.” Fathul Bari [10/351]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] Jadi, bagi yang memang dari sononya tidak punya jenggot, tidak usah sedih, dan tidak usah juga membeli penumbuh jenggot berharga mahal untuk merealisasikan perintah Nabi ini. Perintah memelihara jenggot ini hanya untuk yang dikaruniai jenggot oleh Allah ta’ala. Memotong Jenggot yang Melebihi Genggaman Tangan Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Berikut sedikit gambarannya 1. Tidak boleh memotong jenggot, walaupun panjangnya melebihi genggaman tangan. Yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Imam an-Nawawi. Beliau menyatakan bahwa kebolehan memotong jenggot yang melebihi genggaman tersebut bertentangan dengan zhahir hadits yang memerintahkan membiarkannya tidak mencukurnya. Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] 2. Boleh memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyyah. Mereka melandasi pendapatnya ini dengan atsar dari Ibn Umar إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ Artinya “Ibnu Umar ketika berhaji atau ber-umrah beliau menggenggam jenggotnya, dan yang melebihi genggaman tersebut beliau potong.” HR. Al-Bukhari no. 5892 Terkait riwayat dari al-Bukhari di atas, Mushthafa al-Bugha memberikan ta’liq­-nya, bahwa yang dimaksud dengan fadhala adalah melebihi dari genggaman’ dan akhadzahu artinya qashshahu memotongnya. Secara terperinci, kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak makruh hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan ini yang dinyatakan oleh Imam Ahmad Syarh Muntaha al-Iradat [1/44];Nailul Ma-arib [1/57]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Ada juga pendapat dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan wajib memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya tidak memotongnya Hasyiyah Ibn Abidin [2/417]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Adapun memotongnya lebih pendek dari genggaman tangan, maka Ibn Abidin berkata, tidak ada seorangpun yang membolehkannya’ Hasyiyah Ibn Abidin [2/418]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah[35/225] 3. Jenggot tidak dipotong kecuali jika jenggot tersebut semrawut tidak rapi karena begitu panjang dan lebatnya. Pendapat ini dinukil oleh ath-Thabari dari al-Hasan dan Atha. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn Hajar, dan menurut beliau karena alasan inilah Ibn Umar memotong jenggotnya. Iyadh berkata bahwa memotong jenggot yang terlalu panjang dan lebat itu baik, bahkan dimakruhkan membiarkan jenggot yang terlalu panjang dan lebat sebagaimana dimakruhkan memendekkannya Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Salah satu dalil yang digunakan oleh yang berpendapat seperti ini adalah hadits أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا Artinya “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya.” HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, ini hadits gharib’ Tentang hadits ini, Ibn Hajar dalam Fathul Bari [10/350] memuat pernyataan al-Bukhari tentang Umar ibn Harun periwayat hadits ini, saya tidak mengetahui hadits munkar darinya, kecuali hadits ini’. Ibn Hajar juga menyatakan bahwa sekelompok ulama mendhaifkan Umar ibn Harun secara mutlak. Mencukur Habis Jenggot Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225-226] dinyatakan bahwa mayoritas fuqaha, yaitu kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyyah mengharamkan mencukur habis jenggot. Di al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa kalangan Malikiyyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur habis jenggot, sedangkan kalangan Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim. Kelompok yang mengharamkan ini beralasan bahwa mencukur habis jenggot bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memeliharanya. Dan Ibn Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang membolehkan memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan al-akhdzu minal lihyah duunal qabdhah, sedangkan mencukur habis jenggot halqul lihyah lebih dari itu al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah[35/226]. Maksudnya, memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan saja tidak boleh, apalagi mencukur habis jenggot tersebut. Dalam Hasyiyah ad-Dusuqi [1/90] dinyatakan, Haram bagi seorang laki-laki mencukur habis jenggot dan kumisnya, dan orang yang melakukan itu diberi sanksi ta’dib’. Berbeda dengan jumhur fuqaha, pendapat yang ashah dari kalangan Syafi’iyyah menyatakan bahwa mencukur habis jenggot hukumnya makruh al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]. Syaikh Wahbah az-Zuhaili, ulama besar kontemporer bermadzhab Syafi’i, di kitab beliau al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], juga menyatakan hal yang sama, bahwa mencukur habis jenggot menurut madzhab Syafi’i hukumnya makruh tanzih. Az-Zuhaili juga menukil pernyataan an-Nawawi tentang sepuluh kebiasaan yang dimakruhkan terkait dengan jenggot, dan salah satunya adalah mencukur habisnya. Dikecualikan dari hal ini, jika jenggot tersebut tumbuh pada seorang perempuan, maka mustahab mencukurnya habis Syarh Shahih Muslim [3/149-150];al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462]. *** Inilah fakta perbedaan pendapat ulama tentang hukum memelihara jenggot. Sekali lagi ini fakta, dan tidak bisa didustakan, kecuali ada yang bisa menunjukkan bahwa penisbahan pendapat-pendapat di atas kepada empunya pendapat keliru. Dan ini bukan persoalan tarjih, pendapat mana yang lebih kuat. Mengakui ada pendapat yang berbeda itu satu hal, dan memilih pendapat yang dianggap paling kuat itu hal lain lagi. Namun, walaupun terdapat perbedaan pendapat, bagaimanapun ia tetap sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan disyariatkan bagi kita umat Islam, seluruh ulama sepakat tentang hal ini. Jadi, haram bagi seorang muslim menghina dan mengejek orang yang mengamalkan sunnah ini. Ini adalah sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan umat Islam seharusnya semangat menjalankan sunnah ini, apalagi di masa sekarang, di saat umat Islam banyak yang kehilangan ghirah keislaman dan kebanggaannya terhadap Islam. Wallahu a’lam bish shawwab. Maraji’ 1. al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah2. Fathul Bari karya Imam al-Hafizh Ibn Hajar al-Asqalani asy-Syafi’i3. Syarh Shahih Muslim karya Imam an-Nawawi asy-Syafi’i4. al-Fiqh al-Islami wa adillatuhu karya Wahbah az-Zuhaili asy-Syafi’i5. Hasyiyah Ibn Abidin karya Ibn Abidin al-Hanafi6. al-Fatawa al-Hindiyyah karya ulama-ulama India bermadzhab Hanafi7. Hasyiyah ad-Dusuqi karya ad-Dusuqi al-Maliki8. Syarh Muntaha al-Iradat karya al-Buhuti al-Hanbali9. Nailul Ma-arib karya Ibn Abi Tughlub al-Hanbali [Semua diambil dari al-Maktabah asy-Syamilah, tarqimul kitab muwafiq lil mathbu’] copas dari Ustd. ABU FURQON AL-BANJARY Sebagian pembenci Islam menganggap dan mengopinikan jenggot sebagai ciri khas teroris. Jika ada seorang laki-laki memelihara jenggot, maka ia adalah teroris, atau minimal berpikiran radikal dan intoleran. Ini adalah bagian upaya mereka untuk menjauhkan umat Islam dari ajaran dan ciri khas mereka. Jenggot, celana cingkrang, jilbab, cadar, dan ciri-ciri khas muslim lainnya dianggap dan diopinikan sebagai ciri khas teroris. Sayangnya, opini pembenci Islam ini dimakan mentah-mentah’ oleh sebagian kaum muslimin. Di sisi yang lain, sebagian umat Islam yang begitu tinggi ghirah Islamnya, dan begitu kuat keinginan mengikuti sunnah-nya, namun kurang memahami persoalan khilafiyah, akhirnya menjadikan jenggot sebagai standar ahlus sunnah atau ahlul bid’ah-nya seseorang. Yang memelihara jenggot, berarti ia ahlus sunnah, sedangkan yang mencukur jenggot, berarti ia ahlul bid’ah. Mereka juga tutup mata dan tutup telinga terhadap fakta bahwa ulama berbeda pendapat tentang kewajiban memelihara jenggot ini. Orang-orang seperti ini mudah mengklaim mutlak kebenaran ada pada dirinya atau komunitasnya, dan yang menyelisihi berarti salah mutlak. Lalu bagaimana hukum memelihara jenggot dalam fiqih? Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] dikatakan bahwa seluruh ulama sepakat memelihara jenggot merupakan perkara yang diperintahkan oleh Syari’ah. Hal ini berdasarkan hadits-hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, di antaranya 1. Hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu anhuma, dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam, beliau bersabda خَالِفُوا المُشْرِكِينَ وَفِّرُوا اللِّحَى وَأَحْفُوا الشَّوَارِبَ Artinya “Selisihilah orang-orang musyrik. Peliharalah jangan cukur jenggot dan cukurlah kumis kalian.” HR. Al-Bukhari no. 5892 2. Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda جُزُّوا الشَّوَارِبَ وَأَرْخُوا اللِّحَى خَالِفُوا الْمَجُوسَ Artinya “Cukurlah kumis dan biarkanlah jangan dicukur jenggot kalian. Selisihilah orang-orang Majusi.” HR. Muslim no. 260 3. Hadits dari Aisyah radhiyallahu anha, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ … Artinya “Sepuluh perkara yang termasuk fitrah, yaitu mencukur kumis, memelihara jenggot, …” HR. Muslim no. 261 Ibnu Hajar menyatakan bahwa orang-orang Majusi ada yang memotong pendek jenggot mereka dan ada juga yang mencukurnya habis Fathul Bari [10/349]. Walaupun memelihara jenggot merupakan perkara yang disyariatkan dalam Islam, namun tidak otomatis hukumnya wajib atau ulama sepakat atas kewajibannya. Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah ada beberapa pembahasan terkait memelihara jenggot ini, dan yang terpenting di antaranya adalah tentang 1 memanjangkan dan melebatkan jenggot dengan treatment tertentu, 2 memotong jenggot yang panjangnya melebihi genggaman tangan, dan 3 mencukur habis jenggot. Memanjangkan dan Melebatkan Jenggot dengan Treatment Tertentu Ibn Daqiq al-Ied berkata لَا أَعْلَمُ أَحَدًا فَهِمَ مِنَ الْأَمْرِ فِي قَوْلِهِ أَعْفُوا اللِّحَى تَجْوِيزَ مُعَالَجَتِهَا بِمَا يُغْزِرُهَا كَمَا يَفْعَلُهُ بَعْضُ النَّاسِ Artinya “Saya tidak mengetahui ada orang yang memahami perintah Nabi dalam sabda beliau, peliharalah jenggot’ dengan kebolehan memberikan treatment tertentu agar jenggot tersebut tumbuh lebat, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang.” Fathul Bari [10/351]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] Jadi, bagi yang memang dari sononya tidak punya jenggot, tidak usah sedih, dan tidak usah juga membeli penumbuh jenggot berharga mahal untuk merealisasikan perintah Nabi ini. Perintah memelihara jenggot ini hanya untuk yang dikaruniai jenggot oleh Allah ta’ala. Memotong Jenggot yang Melebihi Genggaman Tangan Dalam hal ini, ulama berbeda pendapat. Berikut sedikit gambarannya 1. Tidak boleh memotong jenggot, walaupun panjangnya melebihi genggaman tangan. Yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Imam an-Nawawi. Beliau menyatakan bahwa kebolehan memotong jenggot yang melebihi genggaman tersebut bertentangan dengan zhahir hadits yang memerintahkan membiarkannya tidak mencukurnya. Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/224] 2. Boleh memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan. Ini adalah pendapat Hanabilah dan Hanafiyyah. Mereka melandasi pendapatnya ini dengan atsar dari Ibn Umar إِذَا حَجَّ أَوِ اعْتَمَرَ قَبَضَ عَلَى لِحْيَتِهِ، فَمَا فَضَلَ أَخَذَهُ Artinya “Ibnu Umar ketika berhaji atau ber-umrah beliau menggenggam jenggotnya, dan yang melebihi genggaman tersebut beliau potong.” HR. Al-Bukhari no. 5892 Terkait riwayat dari al-Bukhari di atas, Mushthafa al-Bugha memberikan ta’liq­-nya, bahwa yang dimaksud dengan fadhala adalah melebihi dari genggaman’ dan akhadzahu artinya qashshahu memotongnya. Secara terperinci, kalangan Hanabilah menyatakan bahwa tidak makruh hukumnya memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan ini yang dinyatakan oleh Imam Ahmad Syarh Muntaha al-Iradat [1/44]; Nailul Ma-arib [1/57]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Sedangkan Hanafiyyah menyatakan bahwa memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan hukumnya sunnah, sebagaimana disebutkan oleh Muhammad dari Abu Hanifah al-Fatawa al-Hindiyyah [5/358]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Ada juga pendapat dari kalangan Hanafiyyah yang menyatakan wajib memotong jenggot yang melebihi genggaman tangan, dan berdosa membiarkannya tidak memotongnya Hasyiyah Ibn Abidin [2/417]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Adapun memotongnya lebih pendek dari genggaman tangan, maka Ibn Abidin berkata, tidak ada seorangpun yang membolehkannya’ Hasyiyah Ibn Abidin [2/418]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225] 3. Jenggot tidak dipotong kecuali jika jenggot tersebut semrawut tidak rapi karena begitu panjang dan lebatnya. Pendapat ini dinukil oleh ath-Thabari dari al-Hasan dan Atha. Dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibn Hajar, dan menurut beliau karena alasan inilah Ibn Umar memotong jenggotnya. Iyadh berkata bahwa memotong jenggot yang terlalu panjang dan lebat itu baik, bahkan dimakruhkan membiarkan jenggot yang terlalu panjang dan lebat sebagaimana dimakruhkan memendekkannya Fathul Bari [10/350]; al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225]. Salah satu dalil yang digunakan oleh yang berpendapat seperti ini adalah hadits أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْخُذُ مِنْ لِحْيَتِهِ مِنْ عَرْضِهَا وَطُولِهَا Artinya “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam dulu memotong jenggotnya karena sangat lebat dan panjangnya.” HR. At-Tirmidzi no. 2762, dan beliau berkata, ini hadits gharib’ Tentang hadits ini, Ibn Hajar dalam Fathul Bari [10/350] memuat pernyataan al-Bukhari tentang Umar ibn Harun periwayat hadits ini, saya tidak mengetahui hadits munkar darinya, kecuali hadits ini’. Ibn Hajar juga menyatakan bahwa sekelompok ulama mendhaifkan Umar ibn Harun secara mutlak. Mencukur Habis Jenggot Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/225-226] dinyatakan bahwa mayoritas fuqaha, yaitu kalangan Hanafiyyah, Malikiyyah, Hanabilah dan satu pendapat dari kalangan Syafi’iyyah mengharamkan mencukur habis jenggot. Di al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], Syaikh Wahbah az-Zuhaili menyatakan bahwa kalangan Malikiyyah dan Hanabilah mengharamkan mencukur habis jenggot, sedangkan kalangan Hanafiyyah menyatakan hukumnya makruh tahrim. Kelompok yang mengharamkan ini beralasan bahwa mencukur habis jenggot bertentangan dengan perintah Nabi shallallahu alaihi wa sallam untuk memeliharanya. Dan Ibn Abidin dalam kitab Hasyiyah-nya sebagaimana sudah disebutkan sebelumnya menyatakan bahwa tidak ada seorangpun yang membolehkan memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan al-akhdzu minal lihyah duunal qabdhah, sedangkan mencukur habis jenggot halqul lihyah lebih dari itu al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]. Maksudnya, memotong jenggot lebih pendek dari genggaman tangan saja tidak boleh, apalagi mencukur habis jenggot tersebut. Dalam Hasyiyah ad-Dusuqi [1/90] dinyatakan, Haram bagi seorang laki-laki mencukur habis jenggot dan kumisnya, dan orang yang melakukan itu diberi sanksi ta’dib’. Berbeda dengan jumhur fuqaha, pendapat yang ashah dari kalangan Syafi’iyyah menyatakan bahwa mencukur habis jenggot hukumnya makruh al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah [35/226]. Syaikh Wahbah az-Zuhaili, ulama besar kontemporer bermadzhab Syafi’i, di kitab beliau al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462], juga menyatakan hal yang sama, bahwa mencukur habis jenggot menurut madzhab Syafi’i hukumnya makruh tanzih. Az-Zuhaili juga menukil pernyataan an-Nawawi tentang sepuluh kebiasaan yang dimakruhkan terkait dengan jenggot, dan salah satunya adalah mencukur habisnya. Dikecualikan dari hal ini, jika jenggot tersebut tumbuh pada seorang perempuan, maka mustahab mencukurnya habis Syarh Shahih Muslim [3/149-150]; al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu [1/462]. Inilah fakta perbedaan pendapat ulama tentang hukum memelihara jenggot. Sekali lagi ini fakta, dan tidak bisa didustakan, kecuali ada yang bisa menunjukkan bahwa penisbahan pendapat-pendapat di atas kepada empunya pendapat keliru. Dan ini bukan persoalan tarjih, pendapat mana yang lebih kuat. Mengakui ada pendapat yang berbeda itu satu hal, dan memilih pendapat yang dianggap paling kuat itu hal lain lagi. Namun, walaupun terdapat perbedaan pendapat, bagaimanapun ia tetap sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan disyariatkan bagi kita umat Islam, seluruh ulama sepakat tentang hal ini. Jadi, haram bagi seorang muslim menghina dan mengejek orang yang mengamalkan sunnah ini. Ini adalah sunnah Nabi shallallahu alaihi wa sallam, dan umat Islam seharusnya semangat menjalankan sunnah ini, apalagi di masa sekarang, di saat umat Islam banyak yang kehilangan ghirah keislaman dan kebanggaannya terhadap Islam. Wallahu a’lam bish shawwab. Sumber

hukum memelihara jenggot menurut 4 madzhab